Matang dan Realistik

Dan akhirnya, kita belajar untuk memikul tanggungjawab, memberi komitmen dan menjadi seorang yang realistik. Biarpun pada hakikatnya kita sangat takut untuk gagal, kita berusaha juga sepertinya manusia-manusia yang lainnya. Yang berjuang untuk meneruskan saki-baki perjalanan yang panjang. Menuju ke penghujung yang belum pasti. Kita kecewa, tapi kita pasti akan teruskan jua. Kita sesungguhnya lebih dari bagus. Kita terbaik!

Pelik kan? Bila manusia sanggup untuk mengaku kesalahan sendiri? Atas sesuatu yang diberi nama 'berdiri-di-atas-kaki-sendiri'. Hairan juga bila kita kembali mengingatkan diri sendiri bila rasa kesal tiba-tiba menyelubungi. Dan kita terkenang akan ke'nakal'an lepas. Bertapa kita mengikut perasaan yang remaja. Kemudian kita sendiri mencari jalan pulang. Pulang pada yang kita rindui. Yang menyanyangi kita. Yang dulu selalu menyenangkan kita. Yang bila kita nangis, dia yang melapkan airmata. Bila kita takut dia yang melindungi. Bila kita sunyi dia yang menemani. Bila kita tidur dia yang mendodoikan. Bila kita sakit dia yang melayani. Kita bersedia menerima kebenaran.

Dan akhirnya, kita menjadi matang dan realistik.

(monolog ini, ditulis secara spontan selepas penulis menonton satu drama bersiri. monolog ini sesungguhnya tidak ada kena mengena dengan diri penulis atau sesiapa jua. jika ada, mesti kebetulan jak tu. terima kasih.)